Malam yang indah
membuatku tertarik untuk pergi menjelajahi keunikan dari Kedai Pendaki. Di
temani dengan alunan angin yang berhembus kencang membuat saya semakin
bersemangat untuk menyusuri Ibu Kota.
Ramainya Ibu Kota yang setiap
harinya banyak membawa cerita dan pengalaman. Akupun pergi untuk mencari dan
menikmati pengalaman di Kedai Pendaki, tempat dimana kita bisa berkumpul,
berbagi pengalaman mencari motivasi dan berpartipasi untuk menjaga tali
persaudaraan.
Sungguh!
Saya sangat tertarik dengan keunikan yang ada di Kedai
Pendaki. Bagaimana tidak? Sebagai pemilik, Riky tidak
ingin Kedai Pendaki ini sebagai tempat komunitas,
karena lebih mengarah ke kemanusiaan saja.
“Jadi seperti karya. Kita disini juga menjual karya teman-teman yang bisa berkarya, dan hasilnya di donasikan ke daerah dan
fokus ke pendidikan,” ujar pria 31 tahun ini.
Disini juga Riky
dan kawan-kawan menghasilkan suatu karya,
seperti membuat baju, gelang, tas dan itu semuanya handmad. Hasil jualan dari
barang-barang tersebut di donasi untuk sosial dan pendidikan.
“Kadang kalau aku lagi masuk ke salah satu daerah, pas aku liat anak kecil lagi berkarya, nanti aku suruh berkarya lagi nanti hasilnya
aku jual disini. Hasil jualannya dikembalikan ke sana. Sebenarnya aaku pengen mensupport sebuah karya.
Karena dinegeri ini sudah jarang yang mau berkarya. Kebanyakan pikirannya hanya
mau kerja. Lucu kan negeri kita,” ujarnya.
Disalah
satu gambar yang ada di dinding Kedai
Pendaki, ada gambar peta. Riky mengatakan banyak di antara kita hanya tahu
Kalimantan tapi tidak tahu bentuk pulaunya seperti apa. Jadi, Kedai Pendaki ini
mau mengajak teman-teman untuk kreatif.
“Yang jelas kedai pendaki ini adalah Aku,”
ujar pria kelahiran Medan ini.
Jadi, apapun
yang ada disni berarti ada artinya. Contohnya
gambar di dinding itu, sambal menunjuk salah satu hasil karya
lukisnya. Artinya gambar itu untuk
menceritakan Indonesia pada 40 tahun
yang lalu, menurutnya zaman sekarang rakyat
Indonesia sudah tidak punya rasa gotong royong, sudah tidak mempunyai
toleransi. Berbeda dengan dulu, agama selalu berdampingan, selalu bertegur
sapa. Melalui gambar yang ada, ia berharap Indonesia seperti dulu, yang
mempunyai rasa menghargai sesama. (kaw/mn/mls)
Komentar
Posting Komentar